Demi mendukung pengelolaan perikanan tangkap dan produk hasil perikanan yang berkelanjutan Indonesia, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bersama Marine Stewardship Council (MSC) melakukan dua pertemuan strategis pengelolaan perikanan. MSC dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP berkomitmen mempercepat kemajuan perbaikan perikanan rajungan dan lemuru menuju keberlanjutan dengan membuka akses semua pihak dalam program perbaikan, tanpa pengecualian ukuran perikanan atau lokasi.
KKP dan MSC mengadakan pertemuan konsolidasi data perikanan rajungan dan sosialisasi KEPMEN Nomor 198 Tahun 2023 tentang Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Ikan Lemuru pada pertemuan dua hari di Bogor. Pada 29 Februari 2024 di Bogor, KKP membuka pertemuan konsolidasi data rajungan yang dihadiri oleh industri perikanan dan pengolah, lembaga riset dalam negeri dan NGO yang bergerak dalam FIP (Fisheries Improvement Project) atau perbaikan perikanan rajungan di Indonesia.
“Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor utama Indonesia dengan estimasi potensi sebesar lebih dari 57,000 ton/tahun dengan JTB (Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan) sebesar 36,000 ton/per tahun. Pertemuan hari ini akan menjadi media komunikasi dua arah antara pemangku kebijakan dengan para pihak yang bergerak dalam implementasi perbaikan perikanan untuk saling memberikan perkembangan dan sinkronisasi data tangkapan yang sudah dikumpulkan,” Ungkap Fery Sutyawan, Ketua Tim Kerja Pengelolaan SDI Laut Teritorial dan Perairan Kepulauan dan Kelembagaan di WPPNRI, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP saat pembukaan pertemuan berlangsung.
Di sesi awal diskusi, Ketua Tim Kerja Logbook Dan Alokasi Kuota KKP menyampaikan perkembangan implementasi logbook atau pengisian data tangkapan perikanan rajungan yang dihimpun oleh NGO yang melakukan perbaikan perikanan. Tujuh organisasi yang melakukan pendataan rajungan yaitu, Asosiasi Pengolah Rajungan Indonesia, PT Aruna Indonesia, PT Starling Resources, Rekam Nusantara, EDF, SFP dan CTC juga menyampaikan perkembangan perbaikan perikanannya.
Masing-masing pihak memaparkan informasi program perbaikan perikanan rajungan yang dilakukan yang mencakup informasi lokasi kerja, aktivitas, data yang dikumpulkan, posisi data dan rencana kedepannya demi keberlanjutan perikanan rajungan. Para pihak juga menyampaikan tantangan kendala yang dihadapi yaitu diantaranya adalah belum adanya pendataan biologis dan dampak ekosistem.
Serupa dengan hal tersebut, pertemuan hari kedua pada tanggal 1 Maret 2024 juga berpusat pada koordinasi antar lembaga yang bergerak di FIP namun untuk perikanan lemuru. Sebanyak 24 peserta merupakan perwakilan dari industri mendapatkan informasi sosialisasi KEPMEN Nomor 198 Tahun 2023 tentang RPP Ikan Lemuru yang disampaikan oleh Ketua Tim Kerja Pengelolaan Perikanan Laut Teritorial dan Perairan Kepulauan KKP.
“Kepmen Nomor 198 ditetapkan pada Desember 2023 dan dibutuhkan pembaharuan Kerja Sama Pemanfaat di Kawasan Jawa- Bali dalam jangka waktu 2 tahun setelah RPP terbit, sehingga diharapkan semua pihak bisa mendukung hal ini. Di samping itu, dengan adanya minat pasar global akan adanya produk perikanan lemuru yang berkelanjutan maka kami juga akan mendukung proses menuju kesana,” ucap Fery Sutyawan, Ketua Tim Kerja Pengelolaan SDI Laut Teritorial dan Perairan Kepulauan dan Kelembagaan di WPPNRI, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP pada hari Jumat.
Para pihak menyampaikan salah satu tantangan dari implementasi RPP Ikan Lemuru adalah sebagian besar kapal-kapal penangkap ikan lemuru tidak memiliki izin sehingga logbook atau pencatatan tidak bisa berjalan.
“Rajungan dan lemuru masuk dalam spesies prioritas program perbaikan perikanan MSC di Indonesia sejak 2018. Diantaranya program Fish for Good dan dana hibah kompetisi Ocean Stewardship Fund yang berlaku bagi perikanan rajungan di Madura, Jawa Timur di bawah manajemen Asosiasi Pengolah Rajungan Indonesia. Sedangkan proyek perbaikan lemuru saat ini di tahap perencanaan setelah dilakukan kajian rantai supply bersama Universitas Brawijaya dan dalam waktu dekat akan dilakukan penilaian awal atau pre-assessment kondisi perikanannya di area Jawa Timur,” Ucap Hirmen Syofyanto, Program Direktur MSC Indonesia.
Untuk berkelanjutan dan bersertifikasi MSC, perikanan harus menunjukan stok ikan yang sehat, meminimalkan dampak terhadap lingkungan dan memiliki pengelolaan yang efektif melalui penilaian yang dilakukan oleh pihak ketiga. Para pihak yang menjalankan FIP menjadi salah satu mitra utama MSC dalam program.
Pertemuan ini mendorong semakin banyak pemangku kepentingan perikanan Indonesia lainnya yang memahami kemajuan dari pendataan perikanan rajungan di Indonesia dan RPP Lemuru. Selain memiliki gambaran data, setelah pertemuan diharapkan para pihak dapat memaksimalkan pengisian data logbook serta membagikan data terkait untuk dikonsolidasikan oleh KKP serta para pihak bisa lebih siap menjalankan perbaikan perikanan lemuru sesuai kebijakan RPP yang berlaku.
- Selesai -
Untuk pertanyaan media silakan hubungi:
Usmawati Anggita, Commercial Communication Officer, MSC
[email protected]
Catatan editor:
Marine Stewardship Council (MSC) adalah organisasi nirlaba internasional yang menetapkan standar berbasis sains yang diakui secara global untuk penangkapan ikan berkelanjutan dan rantai pasokan makanan laut. Program sertifikasi dan ekolabel MSC mengakui dan menghargai praktik penangkapan ikan yang berkelanjutan serta membantu membangun pasar makanan laut yang lebih berkelanjutan. Ini adalah satu-satunya program sertifikasi dan ekolabel perikanan tangkap alam yang memenuhi persyaratan praktik terbaik yang ditetapkan oleh United Nations Food and Agriculture Organization (UNFAO) dan ISEAL, asosiasi keanggotaan global untuk standar keberlanjutan. Informasi lebih lanjut kunjungi msc.org atau kunjungi halaman media sosial kami.